Hamparan bumi Allah, 26 Jan 2017
Untukmu, saudaraku.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Teriring salam dan doa, semoga kita semua senantiasa
berada dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Aamiin yaa Robbal ‘aalamiin.
Mohon maaf sebelumnya kalau aku lancang
menulis surat ini untukmu, saudaraku. Ini bukan bermaksud menggurui, tapi hanya
bentuk keresahan dan kepedulian saja.
Seperti yang kita ketahui bersama,
akhir-akhir ini negeri kita mengalami perang pemikiran yang sangat dahsyat. Yang
lantas dinyatakan dalam sikap keseharian, terutama melalui media sosial dan
dunia maya. Coba tengok, setiap detik perang opini membanjiri status-status
yang bermunculan dengan derasnya, seperti hujan bulan Desember. Secara umum, yang
paling signifikan, membentuk dua kubu.
Sama seperti dirimu, aku juga termasuk
pengguna aktif media sosial. Bahkan kita sudah berteman cukup lama, baik di
dunia nyata atau dunia maya. Tapi kok rasanya tak percaya, kalau status yang
muncul di beranda adalah status yang kamu tulis. Dengan tegas kamu
mengungkapkan pemikiran yang seolah mendeskreditkan atau memojokkan agamamu
sendiri, dengan dalil-dalil yang dipaksakan agar agama kita terlihat buruk dan
penuh luka.
Sungguh, aku tersentak dan tak percaya! Namun,
konsistensimu menyuarakan hal serupa membuat aku yakin kalau kamu memang secara
sadar melakukannya. Aku tak tahu apa yang sudah terjadi padamu, karena sudah
lama kita tak saling bertemu. Bahkan aku tak tahu bagaimana keadaanmu sekarang?
Aku selalu berdoa semoga baik-baik saja.
Saudaraku, kenapa kamu melakukan itu? Apa
yang melatarbelakangi? Kamu seolah berubah, bukan lagi sosok yang kukenal.
Kemana dirimu yang dulu?
Islam adalah agama kita. Agama yang dibawa
Rasulullah SAW sebagai rahmatan lil
alamin. Agama yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Tapi
kenapa kamu seolah berdiri tegak di barisan orang-orang yang juga membencinya. Seolah
turut memusuhi ulama yang justru tengah berjuang membela kehormatan islam. Sungguh,
aku tak habis pikir dan tak pernah membayangkan sebelumnya.
Saudaraku, sudah sedemikian tertutupkah
hatimu, sehingga tak bisa lagi menangkap cahaya islam yang benderang? Aku hanya
ingin mengingatkan, dengan segala cinta yang kumiliki. Renungkanlah, dan tanyalah
kembali nuranimu, apakah memang ini jalan yang ingin kau tapaki?
Sedih. Saat ini islam memang sedang
disudutkan dengan berbagai fitnah keji. Seolah dicari-cari kesalahannya, dan
dikorek-korek kelemahannya. Apapun akan dijadikan senjata oleh para pembenci
untuk menyerang. Kebencian yang sudah ditunjukkan dengan terang-terangan,
bahkan oleh para petinggi negeri yang juga merupakan umat muslim. Hal itu
memang sudah Sunatulloh. Karena
sampai kapanpun akan ada orang yang tidak rela islam berjaya.
Tapi yang paling menyedihkan adalah mendapati
kenyataan bahwa kamu justru menjadi bagian dari mereka. Menjadi penyambung
lidah bahkan pupuk yang turut menyuburkan berbagai fitnah dan tuduhan keji itu.
Sadarkah kamu dengan konsekwensi yang akan dihadapi?
Ah, akhirnya aku menyadari bahwa kesedihan
ini mungkin sia-sia. Tapi, aku selalu berharap, kamu secepatnya menemukan
kembali dirimu yang dulu, yang begitu tulus dan teguh memegang islam sebagai
sandaran hidup.
Hidup ini hanya sekali, semoga kita
ditunjukkan tempat dimana seharusnya berdiri. Aku tak mau jika akhirnya kita
saling menyakiti.
Sekali lagi mohon maaf. Terima kasih.
Wassalam,
Saudaramu
0 komentar:
Posting Komentar