Sampai-sampai
saya harus menarik napas panjang dan dalam terlebih dahulu untuk bisa menjawab
pertanyaan ini: Tanpa
menyebutkan namanya, coba ceritakan bagaimana pertemuan pertamamu dengan si
dia?
Mmmhhh...
Pertanyaan
ini memaksa saya untuk memasuki lorong waktu, dan kembali ke masa lalu, ke masa
itu. Masa dimana hati saya terasa begitu tak menentu, karena sosoknya yang
tiba-tiba menjelma, nyata di hadapan saya. Baiklah...
Sudah
sejak lama saya menyukainya, bahkan mengagumi. Dia memang istimewa. Hati dan
pikiran saya sedikit banyak telah condong padanya. Meski belum saling mengenal.
Kok bisa? Ya, karena saya diam-diam sering mengamati, walau dari jauh. Saya
yakin dia tidak menyadari.
Dan, sungguh
tak terduga, di suatu sore yang anggun, dengan hiasan lembayung yang menggantung,
saya bisa bertatap muka langsung dengannya, bahkan saling kenalan dan bicara
banyak. Ya, saat itu, saya sedang menunggu bis kota yang akan membawa saya
pulang ke kosan setelah seharian bekerja di kantor.
Ternyata
dia ada di halteu itu! Halteu tempat saya biasa menunggu bis kota. Oh Tuhan! Saya
tak bisa lagi mengontrol detak jantung! Entahlah, mungkin kecepatannya terpacu
menjadi dua kali lipat, atau mungkin lebih! Bagaimana tidak, dia yang selama
ini hanya ada dalam angan-angan, kini benar-benar hadir di depan mata!
Pandangan pertama awal aku
berjumpa...
Pandangan pertama awal aku
berjumpa...
Seolah-olah hanya... impian yang berlalu...
Sungguh tak kusangka dan rasa tak
rasa tak percaya...
Cewek secantik dia... Datang
menghampiriku...
Pandangan pertama awal aku
berjumpa...
Lagu “Pandangan
Pertama” milik A. Rafiq menggema diiringi petikan gitar dari sekelompok pemusik
jalanan. Seolah disengaja untuk menjadi soundtrack
adegan pertemuan saya dengannya.
Dia
tersenyum. Sepertinya memang untuk saya. Debaran di dada saya pun semakin tak
keruan. Bahkan saya tak peduli lagi dengan warna wajah saya yang mungkin sudah
berubah seperti kepiting rebus.
“Pulang?”
Dia menyapa.
“Iya.”
Saya menjawab malu-malu.
Dan,
pembicaraan pun mengalir. Begitu hidup. Begitu asyik. Tak terasa lagi canggung
menyelimuti. Bahkan tak segan untuk mengurai tawa, ketika menemui hal yang
dianggap lucu. Kehangatan pun tercipta.
Ah,
dia memang istimewa.
Bahagia
sekali bisa mengenalnya dan bercerita panjang lebar. Ternyata dia tidak hanya
cantik, tapi juga bisa menjadi teman ngobrol yang asyik. Sayang, akhirnya bis
datang, dan mau tak mau, pembicaraan pun harus diakhiri.
Hmm...
Itulah cerita pertemuan saya dengan BCL. Meski hanya dalam mimpi. Ouch!
(Maaf
kalau menyebut nama)
0 komentar:
Posting Komentar