Setidaknya begitulah gambaran yang sering ditampilkan
dalam dongeng atau cerita dari berbagai belahan dunia. Ibu tiri yang kejam, tak
berperasaan, tega menyiksa, dan bahkan tak segan menghilangkan nyawa sang anak.
Tentu kita masih ingat kisah Cinderella, Putri Salju atau Bawang Putih,
bagaimana mereka mendapat perlakuan yang semena-mena dari sosok tersebut. Dan,
bagaimana penderitaan selalu hadir disetiap hari-harinya.
Ternyata, cerita kelam tentang kekejaman ibu tiri
tidak hanya ada di negeri dongeng. Dalam kehidupan nyata, kisah semacam itu
kerap ditemui. Tahun 80-an, Jakarta pernah dihebohkan dengan kasus meninggalnya
Arie Hanggara, seorang bocah lelaki berumur 7 tahun, karena dianiaya oleh kedua
orang tuanya, yang tentu saja, ibu tirinya ikut berperan dalam tragedi
tersebut. Kisah ini pun lalu diangkat ke layar lebar dengan judul “Arie
Hanggara” dan sukses menguras air mata penontonnya. Saya juga pernah menonton
film tersebut, di acara hajatan tetangga. Waktu itu saya masih kecil, masih
duduk di bangku sekolah dasar. Dulu, pemutaran video kaset menjadi salah satu
pilihan untuk menghibur tamu undangan.
Namun, tidak hanya itu! Masih banyak kisah lain yang
tak kalah tragis, beberapa diantaranya bisa dibaca pada link berikut:
·
Ini Kisah Gadis Cantik Asal Tumubui,
Korban Kekejaman Ibu Tiri – Totabuanews.com
·
Kekejaman Ibu Tiri Berujung ke Jeruji
Besi - detikNews
· Kisah Tragis Lily, Bocah Dua Tahun yang
Jadi Korban Kekejaman Ibu Tiri – Tribun Lampung – Tribunnews
·
Kesal Dengar Tangisan, Ibu Siksa Anak
Tiri – News Liputan6.com
·
Bocah SD Tewas Akibat Kekejaman Ibu Tiri
– Bangka Pos
· Ibu Tiri Diduga Siram Anaknya dengan Air
Panas hingga Melepuh – Nasional Tempo.co
·
Seperti Iblis, 7 Ibu Tiri Ini Paling
Kejam di Dunia! – Unik Babe
·
Dll
Dan, kalau diurai semua, akan menjadi sangat panjang
daftarnya.
Dari berbagai informasi yang saya himpun, alasan
yang paling dominan kenapa ibu tiri sampai tega melakukan semua itu adalah
karena cemburu, iri dan dengki. Pemicunya bisa macam-macam, masalah harta,
merasa terhalangi, ingin menguasai sang ayah, atau karena memang merasa bahwa
anak tiri (bawaan suami) adalah bukan anak kandung yang harus disayangi
layaknya anak sendiri. Maka tak heran, kalau banyak ibu tiri yang justru
menganggap rival atau bahkan musuh terhadap anak tirinya. Malah, kalau sesama
perempuan, bisa menganggap seolah ‘madu’-nya.
Jika sejak awal, sang ibu tiri sudah memiliki
perasaan/pemikiran seperti itu, maka biduk keluarga tidak akan berjalan dengan
harmonis. Selalu ada bara yang setiap saat bisa berkobar, bahkan meledak, meski
hanya dengan masalah sepele. Masalah kasih sayang sang ayah kepada anak
kandungnya, misalnya. Dengan iri dan dengki, hal tersebut akan diterima sebagai
api yang membuat hatinya merasa terbakar, hingga melahirkan sikap yang kadang
aneh dan kekanakan. Tidak berlaku adil, atau melakukan tekanan-tekanan yang
seolah benar, tapi tidak pada tempatnya. Tekanan tidak harus berupa kekerasan
fisik, bisa juga berupa verbal, sikap penelantaran atau antipati yang jelas-jelas
ditunjukkan.
Menjadi ibu tiri tidaklah salah, menjadi anak tiri
pun haruslah diterima. Tentu, butuh perjuangan keras dari kedua belah pihak
untuk bisa menyatukan berbagai hal yang selama ini tak pernah ada. Saling
beradaptasi, menyadari posisi masing-masing sesuai porsi tentu akan sangat
membantu. Terlebih, untuk sang ibu tiri sebagai orang baru dalam keluarga. Bagaimanapun,
sang anak sudah memiliki gambaran tentang ibu mereka sebelumnya, yakni ibu
kandungnya. Gambaran yang sangat kuat melekat, tak mudah dihapus begitu saja. Maka,
wajar jika akan ada perbandingan terhadap keduanya.
Hubungan seperti ini memang sensitif, namun tidak
akan jadi masalah jika sudah saling menyadari. Terlebih sang ibu tiri, harus
lebih memahami kondisi keluarga sebelumnya. Kebiasaan-kebiasaan, juga hubungan
ayah-anak yang sudah terjalin, bukan hal yang harus dipermasalahkan apalagi
digugat dengat berbagai sikap cemburunya yang berlebihan. Dia haruslah
menyadari, jauh-jauh hari sebelum memutuskan menikah dengan duda yang telah
memiliki anak. Karena calon suaminya, adalah ayah dari anak-anak hasil
pernikahan dengan istri sebelumnya, yang artinya, suaminya nanti bukan hanya
miliknya seorang.
Karena sensitif, maka jika tergores sedikit saja, akan
menjadi luka. Yang apabila terus-terusan ditambah akan semakin besar dan sulit
disembuhkan. Saya pernah ngobrol dengan beberapa orang yang kebetulan harus
menjadi anak tiri, “Sampai kapanpun saya
tidak bisa memiliki rasa sayang atau memiliki kepada ibu tiri, karena sikapnya
yang sering menyakiti,” katanya. Atau, “Bagaimana
saya bisa menghormati dan menyayanginya sebagai ibu, kalau sikap yang ditunjukkannya
selalu menyakiti.”
Ya, bagaimanapun, diantara keduanya tidak ada ikatan
darah. Tentu akan sangat berbeda kasih sayang yang diberikan ibu kandung dengan
ibu tiri. Apalagi jika si ibu tiri memiliki motif lain, seperti ibu tirinya
Cinderella atau Putri Salju.
So, apapun alasannya, jangan sampai daftar cerita
kelam kekejaman ibu tiri menjadi semakin bertambah panjang. Semoga.
Terakhir, mending kita nyanyi bareng-bareng, yuks...
Terakhir, mending kita nyanyi bareng-bareng, yuks...
Ibu tiri... hanya cinta... kepada ayahku saja...
(Ratapan Anak Tiri - Iis Dahlia)
Jreng jreng!
0 komentar:
Posting Komentar