Sambil menunggu saatnya membagikan rapor. Kami hanya duduk-duduk di kantor, sambil ngobrol ngaler-ngidul-ngulon-ngetan, saking tidak terfokusnya pada suatu pembahasan. Biasa, kalau sedang ngumpul dengan teman-teman, apapun bisa jadi bahan pembicaraan. Termasuk, yang sedang viral di medsos saat ini, Om Telolet Om... Haha.
"Pak Heri, sudah pernah ke Cipendok?" tanya Pak Salim yang sedang menyeruput kopi hitam, khas banget kesukaannya. "Aaahh..." desahnya mengakhiri tegukan, nikmat sekali sepertinya. Sayang banget, saya tidak suka kopi hitam.
"Apa? Cipendok? Memangnya ada apa di sana?" Saya yang sedang memeriksa ulang buku rapor anak-anak, seketika terkesiap, sepertinya baru mendengar nama itu.
"Wah, jangan ngaku traveller deh, kalau belum pernah ke sana," jawab Pak Salim, dengan senyum puas. "Pokonya seru, saya ke sana waktu lebaran kemarin."
Tuing-tuing, antena di kepala saya langsung berdiri. Untung tidak ada yang melihat. Hmm... sepertinya saya tertantang untuk membuktikan. Lantas saya googling, dan mendapat informasi standar: Tempat, rute, keunikan, dan lain-lain. Ditambah dengan informasi lain dari Pak Salim, membuat saya semakin geregetan untuk segera ke sana.
"Pak Tono, siap?" Saya bertanya kepada Pak Tono yang masih terpekur dengan tumpukan rapor di depannya. Mungkin masih ada beberapa hal yang harus dilengkapi.
"Siap apaan? siap siap...!" jawab Pak Tono sedikit tergagap, membuat saya dan teman-teman yang juga melihatnya jadi tersenyum.
"Cipendok, kita... gass poll...." Saya menegaskan.
Mendengar itu, Pak Tono tampak antusias, wajah sumringah pun tak bisa ditutupi. "Oke lah kalau begitu..." ujarnya setuju, dengan dialeknya yang khas.
"Siipp..." Saya mengacungkan jempol.
Ceremonial pembagian rapor, sengaja saya percepat. Dan tepat pukul 10.00 WIB, saya dan Pak Tono sudah keluar dari gerbang sekolah.
Dengan panduan google maps, kami bisa sampai di tempat yang dituju, yaitu Curug Cipendok, Desa Karang Tengah, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah. Tapi, sepanjang perjalanan, tentu banyak hal yang menarik perhatian.
Kami masuk dari Sidareja - Karang pucung. Jalur ini tidak begitu asing bagi saya, karena beberapa kali pernah melewati, yaitu saat hendak ke Purwokrto. Namun, saya agak sedikit linglung, ketika melewati daerah Dermaji dan Wanasuta. Sepertinya masih asing. Lho kok bisa ke sini? bahkan saya lupa kapan dan entah di mana beloknya tadi? Sudahlah, tapi saya tidak menyesal kok, soalnya pemandangan yang terhampar begitu ccuantiikkk dan seksih. Hehe.
Sawah yang menghampar hijau, pohon-pohon yang barbaris rapi, dan gunung-gunung yang menjulang tinggi, ah... membuat kami tak henti mengagumi. Ternyata, Indonesia memang indah. Di daerah Wanasuta, kami sempat berhenti, dan mengambil beberapa gambar, yang nanti juga akan saya post secara khusus.
Melewati tugu perbatasan Cilacap-Banyumas, kami masih melanjutkan perjalanan. Banyak industri batu bata dan genting yang berbahan tanah lempung. Kami juga sempat menengok, hanya sekedar ingin tahu prosesnya. Kalau ada yang butuh, boleh pesan di sana, hehe. (Iklan dari sponsor)
Dan tibalah kami di daerah Ajibarang. Tak sulit mencari rute ke Cipendok, karena petunjuk khusus terpasang dibeberapa bagian jalan. Kami tinggal mengikuti jalur itu. Di sebuah pertigaan, ada petunjuk, kalau ke Cipendok, masuk ke kiri. Tentu kami pun masuk ke sana. Dan, di sinilah adrenalin kami terpacu. Trek-nya nanjaaaaaaakkkk teruuuusss... panjaaang.... X-Ride yang kami tumpangi hampir ngos-ngosan. Kami baru sadar, karena memang lokasi yang kami tuju berada di kaki Gunung Slamet. Wooowww....
Tapi, jangan khawatir, jalur yang kami lalui, sudah muluuss, bagus, dan aman. Siapkan saja kondisi kendaraannya, harus fit. Sepanjang jalur ini, hotel dan losmen banyak berdiri, untuk yang mau menyepi, dan butuh ketenangan tempat ini cocok banget. Di sepanjang jalan ini juga terhampar padang rumput yang luaaaasss banget. Hijau, segar sejauh mata memandang. Ternyata memang bagian dari lokasi Rearing Manggala, yaitu sebuah peternakan sapi yang cukup besar. Kami juga sempat melihat beberapa sapi berkeliaran ceria. Jangan-jangan karena Pak Tono mau lewat, hehe. Emoooohhh.... sambutnya.
Di ujung jalan inilah pintu masuk utama Curug Cipendok berada. Setelah membeli tiket (Rp. 10.000/orang) kami kembali menyusuri jalan untuk menuju objek utama. dan, butuh waktu sekitar 5-6 menit untuk tiba di tempat parkir.
Di sini pun penampakan curug masih belum terlihat, melainkan harus berjalan kaki, sekitar 500 m atau mungkin lebih. Dengan trek yang terjal, beralas batu-batu hitam, dan berbingkai pepohonan rindang. Teduh sih, tapi cukup membuat napas ngos-ngosan. Naik-turun. Tapi, benaran, jalan setapak menuju curug, cukup indah dan alami banget. Batu-batu besar menghiasi di sepanjang trek, unik dan tentu cantik.
Sekitar 100 meter sebelum lokasi, deru air sudah terdengar, gemuruh, gemericik, membuat hati semakin bergairah untuk segera tiba. Dan ahhhh... Pak Salim benar, Curug Cipendok begitu indah, menjulang tinggi, sekitar 95 m. Sesaat terpana, Masya Alloh...
Debit air cukup besar, alirannya yang deras, membuat saya tak berkedip menatapnya. Lantas kami beranikan diri untuk mendekat. Ingin bercumbu lebih intim, menikmati setiap tetesnya, dan merasakan basah kesegarannya.
Batu-batu besar terhampar, semakin mempercantik lokasi curug. Namun, kami harus tetap hati-hati, karena batu-batu yang ditumbuhi lumut membuatnya menjadi licin saat diinjak. Sekitar 40 menit kami bercumbu, dengan eksotisnya curug, menikmati rintik-rintik airnya yang tertiup angin, membuat kami basah kuyup, meski tidak nyebur ke dalam sungai. Ah... bahkan saya lupa, telah berjalan sejauh itu untuk bisa tiba di sini.
Waktu jualah yang mengharuskan kami untuk segera mengakhiri keintiman ini. Dan dengan terpaksa, mau tidak mau kami harus kembali ke atas, meninggalkan curug yang masih tetap setia menyuguhkan pesonanya. Ah... karena sebenarnya kami masih ingin bercengkrama dengannya.
Dan, begitu kami tiba di atas, ketika cahaya mentari menerobos dari sela-sela batang pohon, terciptalah sebuah pelangi yang sangat indah. Tentu kami tak mau melewatkan momen ini, dengan segera, cekrek, lukisan alam ini terekam di kamera hp saya. Namun, sayang, karena kameranya masih belum canggih, jadi hasilnya kurang tajam.
Sebelum benar-benar pulang, saya sempatkan untuk menengoknya sekali lagi. Pelangi itu masih di sana. Dalam hati saya bertanya, mungkinkah ada bidadari hendak mandi di situ?
0 komentar:
Posting Komentar